Moderat dan Mencerdaskan
Indeks

Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan RI: Pendidikan Bukan Soal Properti, Tapi Soal Memerdekakan Jiwa

mega career expo

SALURANSATU.COM – Jakarta, 16 Agustus 2025 — Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, berbagai pihak kembali mengangkat makna hakiki dari kemerdekaan. Salah satu refleksi penting datang dari kalangan pemikir kebijakan publik yang menegaskan bahwa pendidikan—sebagai pilar utama kemajuan bangsa—bukanlah soal kepemilikan properti semata, melainkan tentang bagaimana ia mampu memerdekakan jiwa.

Dalam pernyataan yang dirilis menjelang upacara kenegaraan, ditegaskan bahwa sebuah bangsa yang ingin melompat ke era kemajuan mensyaratkan lima fondasi strategis:

1. Pendidikan yang memerdekakan jiwa,
2. Pasar yang terbuka dan adil,
3. Investasi yang memandirikan rakyat,
4. Birokrasi yang kompeten dan amanah,
5. Pasokan energi yang cukup dan berkelanjutan.

Kemerdekaan Lebih dari Sekadar Infrastruktur

Refleksi ini menyoroti pandangan ekonom peraih Nobel, Amartya Sen, yang menyatakan bahwa pembangunan sejati adalah perluasan kemerdekaan manusia. Artinya, pembangunan tidak bisa hanya dinilai dari banyaknya gedung yang dibangun, jalan yang diaspal, atau proyek-proyek raksasa yang diresmikan. Tanpa kehadiran manusia-manusia merdeka di dalam sistem itu—yang bisa berpikir kritis, berkarya, dan hidup dengan bermartabat—maka pembangunan hanya menjadi ilusi.

“Setiap investasi hanya akan menjadi value for money dan memperluas kemerdekaan jika dua syarat utama terpenuhi: operatornya kompeten dan birokrasinya profesional serta amanah,” ujar pernyataan tersebut.

Sebaliknya, jika salah satu dari syarat itu tidak terpenuhi, maka investasi yang digelontorkan, seberapa besar pun, tak lebih dari sekadar value for monkeys—sebuah sindiran tajam terhadap praktik pembangunan yang gagal memberdayakan rakyat.

Melawan Stereotip, Menghormati Martabat Rakyat

Refleksi ini juga menampik anggapan yang kerap melekat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pemalas atau terjerat budaya korupsi. Kenyataannya, jutaan rakyat Indonesia setiap hari berjuang mempertahankan hidup dengan cara-cara terhormat: bekerja keras, mencari nafkah, dan membesarkan anak-anak mereka dengan harapan akan masa depan yang lebih baik.

“Rakyat Indonesia bukan pemalas. Mereka tidak korup secara budaya. Mereka berjuang dengan keringat, bukan dengan jalan pintas,” tegas pernyataan itu.

Momentum untuk Menata Ulang Arah Bangsa

Delapan dekade setelah proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa ini berdiri di persimpangan penting. Tantangan global, perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, serta krisis kepercayaan pada lembaga publik menjadi alarm bagi para pemangku kepentingan untuk kembali pada amanat kemerdekaan: membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Jika pembangunan tidak lagi berpihak pada manusia dan hanya berorientasi pada beton dan angka-angka statistik, maka bangsa ini berisiko kehilangan arah.

“Merdeka!” bukan hanya teriakan simbolik setiap 17 Agustus. Ia adalah ajakan untuk terus memperjuangkan nilai-nilai luhur yang mendasari berdirinya republik ini: keadilan sosial, kemanusiaan yang adil dan beradab, serta kedaulatan rakyat.

 

Penulis: Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, Ph.D, Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *