SALURANSATU.COM – Banyumas – Indonesia bersiap menggelar uji klinis untuk pengembangan obat tuberkulosis (TBC). Meski tidak langsung terkait dengan vaksin dan suplemen ibu hamil yang dikembangkan oleh Bill Gates melalui Gates Foundation, rencana ini tetap memunculkan banyak pertanyaan dari kalangan akademisi, terutama terkait aspek keamanan dan etika.
Ahli Farmakologi dan Imunologi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), apt. Heni Ekowati, M.Sc., Ph.D., menyoroti pentingnya kejelasan informasi terkait uji klinis tersebut. Ia menyampaikan pendapatnya melalui pesan singkat WhatsApp kepada saluransatu.com pada Jum’at (30/5/2025).
Menurut Heni, masyarakat dan kalangan akademik perlu mengetahui di fase mana uji klinik akan dilakukan, hasil dari uji sebelumnya, serta apakah syarat-syarat dasar seperti informed consent sudah dipenuhi.
“Uji klinik harus memenuhi persyaratan yang ketat, termasuk persetujuan dari peserta,” ujar Heni.
Ia juga mengingatkan bahwa uji klinik seharusnya dimulai dari pasien sehat sebelum melibatkan kelompok rentan seperti ibu hamil.
Heni menilai bahwa vaksin BCG yang selama ini digunakan belum cukup efektif dalam menangani TBC. Oleh karena itu, pengembangan obat atau antibiotik baru sangat diperlukan.
“Penelitian TBC memerlukan waktu dan dana besar. Terobosan dibutuhkan agar prosesnya bisa lebih cepat,” tambahnya.
Ia menekankan pentingnya keterlibatan lintas disiplin, seperti Farmakologi, Mikrobiologi, dan Biologi Molekuler dalam proses penelitian. Selain itu, bahan yang digunakan dalam uji klinik juga harus benar-benar aman.
“Semua informasi teknis itu seharusnya sudah tercantum dalam protokol uji klinis yang jelas dan lengkap,” katanya.
Protokol tersebut, lanjut Heni, wajib ditelaah dengan cermat oleh BPOM dan tenaga ahli independen agar proses uji klinik berlangsung aman dan sesuai standar ilmiah.
Reportase: Tanty









