SALURANSATU.COM – Jakarta — Angka stunting anak di Indonesia masih jadi catatan besar yang belum juga usai. Data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevelensi stunting di Indonesia mencapai 27,7%.
UNICEF bahkan memperkirakan ada sekitar 31,8% anak di Indonesia mengalami stunting pada 2021. Artinya hampir sepertiga anak di Indonesia mengalami masalah dalam pertumbuhannya.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Dr Kurniasih Mufidayati menyoroti rencana penanganan stunting oleh BKKBN dan Kemenkes belum terlihat dalam mendukung kesejahteraan dan perlindungan kader keluarga berencana di tingkat bawah.
Secara khusus, Mufida meminta kader KB bisa mendapatkan pemenuhan kesejahteraan dan kesehatan kader keluarga berencana termasuk keikutsertaan sebagai peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Bentuknya bisa bermacam, misal mereka punya BPJS Kesehatan tidak? jika tidak bisa masuk sebagai peserta PBI di BPJS Kesehatan. Mereka punya BPJS Ketenagakerjaan tidak? bisa diperjuangkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan sehingga mendapat manfaat nantinya berupa perlindungan,” papar Mufida dala keterangannya, Rabu (2/2/2022).
Anggota DPR dari Dapil Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri ini menyebut peran kader KB di tingkat desa adalah satu faktor kunci dalam penanganan stunting. Hal ini, papar Mufida, sudah diamini oleh Presiden Joko Widodo yang mendukung penambahan SDM kader penyuluh yang saat ini jumlahnya masih 1,2 juta orang.
“Kita ini kan ingin naik kelas dari persoalan stunting yang telah lama jadi pekerjaan rumah. Tapi ada satu unsur yang belum terlihat upaya untuk perlindungan dan peningkatan kesejahteraan lebih bagi kader penyuluh di grassroot,” terang Mufida.
Mufida melihat dalam tata aturan roadmap penanganan stunting diatur jika ujung tombak dari program penanggulangan stunting ini ada di kader penyuluh.
“Tapi dari paparan RDP kali ini, kami belum melihat ada perhatian bagi mereka yang selama pandemi tetap dari rumah ke rumah memberikan edukasi gizi dan ibu hamil. Teman-teman penyuluh di daerah itu masih banyak yang kehidupannya memprihatinkan tapi mereka rela untuk tetap melayani masyarakat,” kata dia.
Mufida meminta ada terobosan yang dilakukan untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan kader penyuluh di lapangan.
Mufida juga meminta agar ada koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk dukungan APBD bagi kader-kader penyuluh. Jangan sampai terjadi lempar tanggung jawab antara pusat dan daerah sehingga justru yang jadi korban adalah kader penyuluh sebagai objek kebijakan.
“Mohon dikawal kerjasama antara BKKBN dengan Kemendagri yang memungkinkan dukungan APBD. Bisa dipelajari juga misalnya kerjasama dengan Kemenkes untuk alokasi Dana Desa bagi kesejahteraan kader penyuluh dan PUPR untuk membangun rumah kader penyuluh yang masuk tidak layak huni. Ini masih ada di daerah-daerah itu rumah kader penyuluh stunting tidak layak,” ujar dia. ***