Moderat dan Mencerdaskan
Indeks

Pemprov DKI Harus Beri Solusi dan Terobosan Progresif Soal TPST Bantargebang

ppdb2025

Ada beberapa terobosan yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelum pembangunan Proyek ITF di wilayah indoor beres. Menurut prediksi sampah di TPST Bantargebang semakin banyak menjulang ke angkasa. Semua zona sudah penuh dan pada tahun 2021 sudah mencapai klimaks, Darurat TPST Bantargebang. Dan pada tahun 2023-2024 TPST akan ditutup. Meskipun situasinya belum pasti.
Sedangkan pertambahan sampah baru kiriman dari Jakarta sekitar 7.500-7.800 ton/hari. Merupakan jumlah sampah yang masih campuran sangat besar. Kondisi sampah complicated, membutuhkan teknologi yang bisa mengolah semua sampah. Tampaknya belum ada pemilahan sampah dari tingkat sumber. Sampah yang dibuang ke TPST adalah sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga.
Pengelola TPST Bantargebang sudah menggunakan berbagai metoda dan strategi untuk mengatasi sampah yang semakin banyak tersebut. Tetapi tetap tidak mampu mengatasi permasalahan. Apa penyebabnya? Dapat dikatakan secara ilmiah, bahwa TPST tidak punya teknologi modern pengolahan sampah skala besar. Misal, pengolahan sampah kapasitas 2.000-3.000 ton/hari. Dan setidaknya TPST Bantargebang punya plant pengolahan sampah berteknologi modern skala besar sebanyak 3 plant.
Kedua, dalam waktu mendesak ini Pemprov DKI harus melakukan perluasan lahan, setidaknya untuk membuat zona baru dan guna menampung sampah baru. Lahan baru itu juga dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur dan penempatan teknologi modern pengolah sampah lama skala besar. DKI tidak mungkin membiarkan gunung-gunung sampah dengan volume deposit hingga 60-70 juta ton. Gunung-gunung sampah lama itu semakin membesar sejak dioperasikan tahun 1989an.
Namun, Gubernur DKI Anies Baswedan tampaknya tidak menyetujui ide perluasan lahan itu guna merevitalisasi total TPST bantargebang. Gubernur Anies lebih fokus pada proyek ITF di wilayah indoor. Gubernur tidak tahu akar masalah sebenarnya yang ada di dalam TPST Bantargebang sekarang dan dua tahun belakangan. Sejumlah stakeholder telah memberi peringatan dan saran. Gubernur Anies tampaknya kurang peduli dengan nasib TPST Bantargebang, yang sudah lebih 20 tahun menolong DKI Jakarta. Terutama masyarakat 3 kelurahan (Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu) di Kecamatan Bantargebang.
Mereka itu hanya dapat uang bau untuk 18.000 KK sebesar Rp 300.000/bulan. Jumlahnya sekitar Rp 70 miliar/tahun. Beda dengan dana kemitraan yang diberikan ke Walikota Bekasi/ Pemkot Bekasi mencapai Rp 650 miliar. Proyek-proyek sampah itu lebih banyak dinikmati orang-orang sekitar Walikota Bekasi. Tiga kelurahan tersebut pada akhirnya hanya jadi alat Walikota Bekasi untuk mendapatkan uang sampah dari DKI Jakarta. Tiap bulan, tiap tahun pikirannya bagaimana cara mendapatkan uang sampah dari DKI lebih besar, jauh lebih besar.
Proyek-proyek perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup yang dibiayai dari uang kemitraan yang jumlahnya puluhan miliar setiap tahun dari DKI Jakarta semakin tidak jelas!! Pemkot Bekasi semakin bernafsu untuk mendapatkan uang kemitraan. Proyek-proyek dana kemitraan sampah bagaikan hantu belang penuh bau sampah?! Hantu belang proyek kemitraan?! Dana kemitraan itu tidak ada yang diarahkan untuk permberdayaan masyarakat sekitar? Karena adanya sifat tamak dan rakus tethadap uang sampah!!
Meskipun pada suatu saat nanti DKI Jakarta mampu mewujudkan ITF di beberapa titik, katanya TPST Bantargebang tetap akan digunakan sebagai tempat penampung sisa bakaran. Padahal, abu sampah dari pembakaran ITF dengan teknologi thermal itu dalam kategorial limbah B3. Maka perlu kajian khusus dalam konteks tersebut. Pembuangan abu sampah arahnya mesti ke PPLI Nambo Klanunggal, Kabupaten Bogor.
Sekarang DKI harus melakukan studi daya dukung TPST Bantargebang secara ilmiah. Dan mestinya, pasti tidak ada gunanya bila hanya studi tentang daya dukung karena tahun 2023-2024 TPST Bantargebang beralih fungsi? Sesungguhnya yang dibutuhkan saat ini adalah perluasan lahan TPST dan pengolahan sampah lama dan baru dengah teknologi modern skala besar. Gubernur DKI Anies harus bertindak cepat untuk mengatasi persoalan tersebut!!* 6/11/2019
Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAS) dan Dewan Pembina Koalisi KAWALI Indonesia Lestari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *