Moderat dan Mencerdaskan
Indeks

Aktivis Pro Palestina: Jangan Minta Hamas Menyerah Jika Israel Masih Menjajah

mega career expo

SALURANSATU.COM – Jakarta, 6 Agustus 2025 — Aktivis Indonesia pro Palestina, Pizaro Gozali Idrus, menilai tuntutan agar Hamas dan faksi perlawanan di Gaza melucuti senjata sebagai tuntutan yang tidak adil dan paradoksal di tengah situasi genosida yang terus berlangsung sejak Oktober 2023.

Ia merespons Deklarasi New York yang dirilis sejumlah negara Arab dan Eropa, yang menyerukan perlucutan senjata para pejuang Gaza. Menurutnya, seruan tersebut tidak diimbangi dengan tuntutan nyata terhadap Israel sebagai penjajah yang telah membunuh lebih dari 60.100 warga Gaza dalam serangan brutal selama hampir dua tahun terakhir.

“Jika Hamas diminta menurunkan senjata, maka dunia juga harus bertanya: tuntutan apa yang diberikan kepada Israel?” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Pizaro membandingkan kondisi saat ini dengan kegagalan Perjanjian Oslo tahun 1993, ketika Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sepakat mengakui eksistensi Israel dan menghentikan perlawanan bersenjata. Sebagai gantinya, Israel menjanjikan penarikan pasukan secara bertahap dan negosiasi isu-isu utama seperti permukiman, pengungsi, dan status negara Palestina. Namun, janji tersebut tidak pernah ditepati.

Fakta di lapangan menunjukkan, permukiman ilegal Israel justru terus meluas. Data dari organisasi Peace Now menyebutkan, jumlah pemukim Israel di wilayah pendudukan meningkat dari 250.000 pada 1993 menjadi lebih dari 700.000 pada 2025, dengan lonjakan besar terjadi sejak 2023.

Menurut Pizaro, fakta tersebut menggerus kemungkinan terwujudnya solusi dua negara secara geografis dan politis. Ia menilai, deklarasi solusi dua negara saat ini berisiko menjadi pengulangan kegagalan yang sama—sekadar ilusi politik untuk meredam opini publik Barat tanpa menyentuh akar penjajahan Israel.

Selain itu, ia mengkritik normalisasi hubungan antara negara Arab dan Israel melalui Abraham Accords yang ditandatangani UEA, Bahrain, Sudan, dan Maroko pada 2020. Menurutnya, perjanjian itu tidak membawa stabilitas seperti yang dijanjikan, justru disusul oleh serangan ke Masjid Al Aqsha dan genosida di Gaza.

Pengakuan simbolik negara-negara dunia terhadap Palestina dinilai belum cukup. Pizaro menekankan perlunya strategi nyata, seperti sanksi ekonomi dan tekanan internasional terhadap Israel. Tanpa itu, deklarasi semacam Deklarasi New York hanya akan menjadi “upacara simbolis”, tanpa dampak terhadap pembebasan Palestina.

“Pelucutan senjata bukanlah masalah bagi pejuang Palestina, jika penjajahan benar-benar diakhiri. Dunia harus memilih: terus bermain dalam diplomasi di atas kertas, atau bertindak tegas melawan pendudukan. Sebab jika genosida masih terjadi, jangan salahkan rakyat Palestina untuk terus melawan,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *