Selama masa Pandemi Covid-19, telah diberlakukan kebijakan #dirumahsaja. Salah satu implementasinya adalah larangan ibadah di masjid. Hal itu, dimaksudkan agar tidak terjadi penularan wabah, dengan menerapkan social distancing.
Menyikapi hal itu, Wakil Ketua PCNU Kota Bekasi, Aris Adi Leksono mengatakan kebijakan itu harus diapresiasi dan patuhi, nama secara berkala harus dievaluasi, agar tidak terjadi sikap tafrid (seenaknya) dalam menjalankan pokok syariah agama. Akibatnya larangan tersebut dijadikan pembenaran atas kemalasan dalam menjalankan Ibadah. Lebih dari itu bisa memicu kerawanan sosoal, dalam tindakan kriminal; pencurian, perampokan, dan lainnya.
“Sebagai warga Kota Bekasi, terkait kebijakan pembatasan ibadah kami taat dan mengapresiasi, karena demi kemaslahatan bersama, namun demikian wali kota harus melakukan evaluasi berkelanjutan. Sehingga pada kondisi daerah tertentu sudah bisa dibuka untuk Ibadah, jangan sampai keterusan, sehingga cendrung kebijakan dijadikan legitimasi kemalasan dan tafrid (seenaknya)”, terang Aris saat memberikan pengajian bersama warga di Jatiraden.
Lebih lanjut, Aris menuturkan momentum ramadhan dan jelang idul fitri sangat tepat untuk melakukan pengkajian kebijakan, sehingga kebijakan efektif dan efisien dijalankan. Secara umum juga dapat dipastikan masyarakat sudah rindu beribadah di Masjid.
“Momen puasa, jelang hari raya idul fitri, pasti masyakat sangat rindu ke masjid. Ini perlu direspon oleh wali kota bekasi dengan melakukan pengkajian kebijakan, terutama menyangkut protokol peribadatan. Jika pada daerah tertentu dikira aman, zona hijau selama masa PSBB, maka patut diberikan izin untuk ibadah di Masjid dengan memperhatikan protokol keseharan”, Ujar Aris yang juga Dosen UNU Indonesia.
Secara teknis, Aris menyarankan proses evaluasi kebijakan peribadatan selama masa Pandemi Covid-19 bisa melibatkan MUI, PCNU, Tokoh Agama, dan steakholder lainnya. Harapannya hasil evaluasi ada bebarapa masjid yang diizinkan untuk melaksanakan peribadatan. (*)