Hampir semua industri daur ulang perizinannya dan pajaknya masih tidak sesuai harapan dengan berbagai macam alasannya.
Kemenkau/Kantor Pajak harus periksa industri kantong daur ulang yang terindikasi tidak melakukan kewajiban taat pajaknya dengan benar.
Temuan dan informasi yang kami himpun, ada modus dalam 1 perusahaan ada legalitas yang dipecah-pecah menjadi 5 legalitas yang berbentuk CV, kenapa dipecah? karena dengan digunakannya modus ini untuk sembunyikan omset, sehingga omsetnya masing-masing di bawah 4,8 M setahun dan tidak bayar pajak PPN.
Saat ini yang sedang hangat mengemuka di pembicaraan-Pembicaraan pengusaha daur ulang, mereka meminta relaksasi/keringanan untuk perizinan tentang wajib IPAL, ambang baku mutu air bekas cucian, sisa endapan / buangan limbah padat bekas cucian, ternyata di di kalangan Industri daur ulang Pengeloaan IPAL ini menjadi momok tersendiri dengan berbagai macam argumentasinya, kasus ini harus menjadi perhatian direktorat terkait di kementerian LHK dan khususnya di Dinas LH wilayah provinsi juga.
Lintas Kementerian, seperti Kementerian tenaga kerja, perindustrian dan kementerian LHK harus lakukan pendataan Industri daur ulang yg hanya berkepentingan bisnis semata, bisnis tampa mempedulikan aspek lingkungan sekitarnya dan jelas ini tidak berspektif Lingkungan, seperti seharusnya industri daur ulang itu harus sesuai nama dan fungsinya yang ramah terhadap pengurangan sampah, bukan malah menambah masalah dampak lingkungannya (jangan hanya judulnya Daur ulang)
Kenapa mereka enggan gunakan pengelolaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang baik? Alasannya mereka bakal tutup, karena merugi kalau harus urus IPAL dan bayar PPN, tapi faktanya rata-rata Bos daur ulang yang kami pahami, mereka berkehidupan mewah dan berkendara naik Mercy atau Alphard dan jenis kendaraan mewah lainnya, artinya ada hal-hal yang mereka tidak terbuka terkait profit bisnis mereka dan tidak fair terhadap orientasi perbaikan lingkungan dan kepeduliannya terhadap pajak.
Sekedar tambahan informasi, bulan-bulan mendatang akan musim hujan, biasanya pabrikan daur ulang tidak mau menerima hasil pungutan sampah plastik karena basah.
Kalaupun terima bakal dihargai dengan harga sangat murah, sehingga pemulung pun tidak mau mulung dan setor hasil memulungnya. Musim hujan pemulung penghasilannya sedikit, karena kesempatan mulungnya terhalang hujan, kita bisa bayangkan bila sampah IMPORT masif masuk ke Indonesia dengan kondisi waste Management di Indonesia masih belum tertata dengan baik, khususnya waste management pengusaha daur ulang itu sendiri yang masih carut-marut pengolahannya, kita bisa lihat contoh di kabupaten Bekasi, sampah Import sangat bermasalah dan menjadi problem baru di lingkungan Kabupaten bekasi, hampir TPA-TPA Liar temuan kami, kandungan material sampahnya sampah Impor yang di anggap sudah tidak Ekonomis lagi dan tidak dikelola secara baik.
Urusan yang tidak kalah penting saat ini, kelompok pengusaha daur ulang ini sedang mendorong dibukanya keran impor scrap plastik alasannya karena untuk memenuhi kebutuhan bahan baku material plastik dan mendapatkan Faktur Pajak (PPN)
Ada beberapa temuan dan masukan terkait informasi beberapa pabrikan yang punya kuota impor sampah, selama ini tidak dikelola sendiri tapi kuotanya malah dijual ke pihak lain.
Puput TD Putra
Ketua Koalisa Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia (KPPL-I)