SALURANSATU.COM – JAKARTA – Mengutip halaman web Kemendikbud peringatan Hari Keluarga Nasional atau Harganas telah dilakukan sejak tahun 1993. Yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 39 Tahun 2014 tentang Hari Keluarga Nasional. Yang pada tahun ini bertema Ayo Cegah Stunting, akibat pendataan BKKBN 2021 tentang angka prevalensi stunting sebesar 24,4%. Indonesia berharap bisa mencapai angka stunting 14% dalam RPJMN 2024.
Maklum saja bila tidak di deteksi sejak dini, akan banyak kerugian untuk generasi kita di usia muda yang mengalami berpenyakit berat, tumbuh kerdil dan menghadapi gangguan tumbuh kembang yang berat sejak usia muda. Kemudian yang kekinian adalah anak anak yang mengalami gangguan perilaku hingga gangguan jiwa dan agresifitas, karena soal eksistensi di sosial media dan paparan gadget. Serta laporan ke KPAI orang tua yang masih kesulitan cari sekolah inklusi di masa PPDB. Memang orang tua disabilitas masih cenderung kesulitan dalam menerima respon referral dan tidak mudahnya mencari community support terdekat, sehingga sering mendapatkan ujian ‘menyerah’ dalam penanganan anak anak berkebutuhan khusus.
Keluarga sebagai organisasi atau lembaga yang mulai kita kenal sejak lahir. Dari keluargalah kita bisa hidup sampai sekarang. Bahkan negara ini ada karena komitmen yang lahir dari ruang setiap keluarga, untuk mendirikan Indonesia. Kementerian Dalam Negeri 2021 merilis ada 86.437.053 kartu keluarga di Indonesia.
Namun tentu saja terdapat keluarga yang belum mencatatkan diri, karena berbagai sebab dan kondisi. Seperti catatan Pengadilan Agama Tinggi se Indonesia dari 2015 sampai 2020 terekam jutaan anak terjebak dalam perkawinan, yang menjadi jumlah perkara perkawinan usia anak. Catatan Komnas Perempuan 2019 – 2020 mengungkap terjadi tiga kali peningkatan perkawinan usia anak. Kemudian 5 juta anak di 2022 belum memiliki akta kelahiran.
Dukcapil juga sedang memilah 99.815 orang yang meninggal covid namun memiliki tanggungan anak kecil. Susenas 2018 menyampaikan 26,90% anak tinggal di rumah tidak layak. Begitupun angka prevalensi perokok anak dan dewasa yang meningkat tajam selama pandemi, telah menggeser kebutuhan yang lebih penting dalam keluarga. BKKBN juga mendapatkan istilah baru dalam pendataannya 2021 yaitu Keluarga Khusus, mereka yang memiliki hubungan keluarga tapi tidak memiliki definisi keluarga seperti kakak dan adik tanpa orang tua, kakek/nenek dan cucunya atau seorang diri.
Lalu seperti apa wajah keluarga kita saat ini? Kementerian PPN dan Bappenas menuju 2045 sedang mempersiapkan menyambut 318,96 juta bonus demografi (usia produktif lebih banyak). Indonesia diyakini menjadi salah satu negara dengan jumlah keluarga terbesar di dunia. Untuk itulah capaian RPJMN kita menfokuskan pada pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga menjadi yang utama dan pertama dalam mempertahankan sebuah negara. Karena harus dimulai dari sekarang, karena kalau ingin sukses agenda agenda nasional kita dalam pembangunan, pondasinya adalah keluarga.
Namun kenyataannya kita menghadapi ancaman tergerusnya nilai dan kehidupan keluarga, seperti dampak perubahan iklim, dampak perubahan ekonomi dunia hari ini, dampak pandemi yang berbuntut panjang, runtuhnya nilai nilai keluarga karena kekerasan dan perceraian, yang menuntut semua sadar, bahwa harus ada yang di perkuat dari lembaga keluarga.
Untuk itulah kita sangat menyadari, pentingnya menciptakan kebijakan yang mengarusutamakan lembaga keluarga, mendekatkan lembaga keluarga, yang semakin terampil dalam mengelola lembaga keluarganya. Yang menjadi persoalan besar, tidak semua lembaga keluarga mengerti mekanisme referral atau merujuk dalam menghadapi permasalahan di lembaganya. Sedangkan menyerahkan ke lembaga lembaga layanan bukan jawaban yang ideal. Karena jumlahnya yang sangat terbatas. Sehingga perlu didorong referral system (mekanisme rujukan) yang bisa diakses secara cepat dan layanan yang bisa dipastikan tuntas penanganannya.
Untuk itu salah satu isu penting di Harganas 2022 adalah mengenalkan lembaga keluarga adalah tempat tumbuh kembang terbaik, pendidikan sebelum memasuki usia perkawinan 19 tahun, mengembangkan keterampilan dan kapasitas mengasuh dan mengenalkan lembaga keluarga tentang mekanisme referral (merujuk masalah) yang mempersyaratkan kesiapan SDM petugas terdekat di keluarga. Karena inilah yang paling mungkin di segerakan, dalam mencegah angka kekerasan di keluarga yang di catat KPAI menjadi nomor satu laporan kekerasan 2 tahun belakangan.
Salam Hormat,
Jasra Putra
Kadivwasmonev KPAI