Moderat dan Mencerdaskan
Indeks

Mengapa Pembuangan Sampah Liar Semakin Marak di Kabupaten Bogor?

ppdb2025

Oleh Bagong Suyoto
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) dan Dewan Pembina Koalisi KAWALI Indonesia Lestari

Wilayah Kabupaten Bogor sangat luas, mulai dataran rendah hingga perbukitan dan pegunungan, seperti wilayah Bogor Timur, dari wilayah Cileungsi, Jonggol, Cariuk hingga Kali Cibeet. Wilayahnya terdiri dari daratan, persawahan, perbukitan.
Pelayanan kebersihan relatif masih rendah. Bahkan tidak terjangkau. Seperti wilayah perumahan Limus Nunggal membuang sampah ke TPST Bantargebang. Sampah perumahan Limus Nunggal dibuang ke TPST Bantargebang ada setiap hari, ada yang seminggu sekali. Sedangkan dari pemukiman dibuang di pekarangan pinggir rumah, tanah kosong, saluran air, pinggir jalan, pinggiran dan badan kali, dll.
Informasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor pada 2 Oktober 2019, bahwa jangkauan wilayah Kabupaten Bekasi sangat luas, sebanyak 40 kecamatan, dengan jumlah penduduk sangat besar 5,2 juta jiwa sekarang. Prediksi BPS bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor tahun 2017 sebanyak 5.715.009 jiwa yang terdiri atas 2.920.288 jiwa penduduk laki-laki dan 2.794.721 jiwa penduduk perempuan. Merupakan jumlah yang sangat besar dan masuk dalam kategorial kota metropolitan.
Jumlah timbunan sampah sebanyak 2.900 ton/hari. Tingkatan pelayanan sampah sekitar 17% dari total wilayah. Penanganan sampah sekitar 20,54% dan pengurangan relatif sangat rendah, sekitar 5%. Sehingga Kabupaten Bogor dapat dikatakan, sangat kawalahan menangani sampahnya pada saat ini. Data tersebut perlu di-cross-check untuk validasi secara ilmiah. Apakah data itu valid, akurat berdasarkan data lapangan.
Penanganan sampah dilakukan di bawah zonasi atau rayon UPT. Setiap UPT terdiri dari 5-7 kecamatan. UPT meliputi: UPT Cibinong Wilayah I, UPT Jonggol Wilayah II, UPT Ciawi Wilayah III, UPT Cipanas Wilayah IV, UPT Ciampea Wilayah V, UPT Luweliang Wilayah VI, UPT Jasinga Wilayah VII.
Hambatan Pengelolaan Sampah
Pembuangan sampah liar sangat banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Bogor. Tampaknya bukan suatu yang asing, namun sudah menjadi pemandangan umum, bahwa pembuangan sampah liar ditemukan dimana-mana, bahkan pembuangan sampah di pinggir kali Ciliwung, Kali Cilebut, Kali Cidurian, dll.
Seputar wilayah Cibinong Raya saja terdapat 51 titik pembuangan sampah liar. Suatu jumlah yang cukup banyak. Cibinong Raya terdiri dari 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Cibinong, Sukaraja, Bojong Gede, Citeurep, Babakan Madang, Gunung Putri.
Hambatan utama pengelolaan sampah Kabupaten Bogor, mencakup: Wilayahnya sangat luas, Aksesibilitas sulit, Kesadaran masyarakat rendah, Belum terbangun kerjasama, Sarana prasarana kurang.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor berencana akan membangun 100 TPS, berupa bak penampungan sampah berukuran 1×2 m2, seperti yang ada di pinggir jalan Raya Bogor, jalan raya Puncak dan beberapa tempat. Sebetulnya setiap desa akan membangun 1-2 TPS, sayangnya tidak tersedia tanah. Setiap minggu dilakukan sosialiasi pengolahan sampah. Namun tetap saja tingkat kesadaran masyarakat masih rendah.
Pada 3 Oktober 2019 melakukan penelusuran Puncak Pas Bogor, di sepanjang jalan terdapat bak-bak sampah berukuran 1×2 m2, namun hanya sebagian sampah yang ditampung di sini. Sisa-sisa sampah dibuang di pekarang kosong, pinggiran saluran air dan kali. Sampah di permukiman masyarakat dikelola sendiri, sampah dibuang di areal terdekat rumah, setelah banyak selanjutnya dibakar.
Jumlah bank sampah sebanyak 251 bank sampah, tetapi yang aktif sekitar 20%. Kebanyakan bank sampah mati ketika terjadi pergantian pengurus, ditambah Ketua RW dan RT tidak mendukung. Bank Sampah Sentral yang aktif, setiap hari mengelola sampah. Menurut informasi di kawasan Sentul ada pengolahan sampah, yakni pengolahan skala permukiman. Namun, Tim RA KLHK belum sempat meninjau plant pengolahan itu.
Tempat pemrosesan akhir sampah, ada TPA Galuga seluas 4 hektar. Sebagian sampah Kabupaten Bekasi dibuang ke TPA tersebut. Namun, daerah-daerah terjauh sampahnya tidak dibuang ke sini, selain jaraknya jauh, juga terjadinya kemacetan parah, bahkan sopir harus menginap semalaman di sekitar Galuga. Sopir-sopir truk sampah ke TPA Galuga pada malam hari untuk menghindari kemacetan, dan keesokan hari baru bisa membongkar sampah (loading).
Jarak antara Jonggol dengan TPA Galuga sekitar 90 Km, sedang dengan wilayah Cariuk bisa lebih dari 100 Km, hal ini jaraknya semakin jauh dengan Kecamatan Tanjunsari, Sukamakmur yang umumnya di atas perbukitan dan pegunungan. Dan tentu saja wilayah-wilayah terjauh tersebut tidak mendapatkan pelayanan kebersihan, seperti tong/bak sampah, container, pengambil dengan truk sampah, TPS atau jenis lainnya. Sehingga warga membuang sampahnya ke kebun-kebun, pinggiran rumah, pekarangan kosong, pinggir-pinggir jalan, saluran air, DAS dan badan sungai, galian tanah, dll.
Sedangkan TPA Regional Nambo milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum dioperasikan sampai sekarang. TPA Regional ini menempati lahan seluas 55 hektar masih dalam proses pengerjaan. Rencananya TPA Regional Nambo akan menampung sampah dari Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Tangerang Selatan.
Menurut informasi salah satu pegawai UPT Jonggol Pengelolaan Sampah Wilayah II pada 1 Oktober 2019. UPT Jonggol II meliputi enam wilayah pelayanan, yaitu Kecamatan Klapanunggal, Cileungsi, Jonggol, Cariuk, Tanjungsari dan Sukamakmur. Pegawai dan pekerja di UPT Jonggol sebanyak 20 orang. Memiliki 28 truk sampah, yang rusak 3 unit. Sampah dari wilayah ini dibawa ke UPT Jonggol terlebih dulu, kemudian dikirim ke TPA Galuga, jaraknya sekitar 90 Km. Sehingga hanya mampu mengirim satu rit setiap harinya, karena tingkat kemacetan sangat tinggi.
Karena jarak TPA jauh, sementara TPA Regional Nambo belum beroperasi, pingin ada TPA dibangun di wilayah timur. Jika jangkauan TPA sangat jauh, maka beban operasional, waktu kerja, dll besar sekali. Merupakan beban tersendiri, hal ini semakin berat ketika kesadaran masyarakat masih rendah.
Tumbuhnya Pembuangan Sampah Liar
Pembuangan sampah liar merupakan pemandangan umum yang dianggap sudah biasa di wilayah Kabupaten Bogor. Tim rapid assessment pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor menemukan ratusan titikpembuangan sampah liar atau TPA illegal, mulai dari Bogor Timur, tengah dan barat, termasuk yang berdekatan dengan TPA Galuga. Pembuangan liar berada di lahan kosong, beas galian, pinggir jalan, pinggir pemukiaman/perumahan, DAS dan kali, dll. Namun disini hanya disajikan beberapa sebagai contoh.
Di wilayah II terdapat pembuangan sampah liar dan sampah impor, yakni di areal Kirap Klapanunggal dan Cariuk. Pihak Gakkum KLHK bersama bidang penegakan hukum wilayah UPT Jonggol II melakukan penutupan dengan memasang papan peringatan dan penutupan.
Bahkan di wilayah Limus Nunggal letaknya di Jalan Pangkalan 12 atau persis disamping jalan Narogong depan PT. Kartepilar ditemui pembuang sampah liar atau TPA liar yang sudah berjalan lebih dari 15 tahun. Luasnya hampir 1 hektar. Sampah yang dibuang ke sini berasal dari permukiman sekitar, terdiri dari sampah plastik, kertas, popok, pempers, ban/karet, Kasur, busa, kayu, dll, bahkan ada sampah medis.
Pada tahun 2005 Bidang Pengelolaan Sampah KLHK sudah melakukan investigasi dan memperingatkan pengelola TPA liar tersebut karena adanya laporan warga sekitar. Pada bulan Mei 2019 Gakkum KLHK bersama Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor sudah memberikan garis kuning (police line), artinya menutup pembuangan liar tersebut. Sayangnya, tidak digubris, secara diam-diam masih ada beberapa pelapak yang memasukan sampah ke pembuangan liar ini. Indikasinya masih ada beberapa pelapak membawa sampah baru bahkan ada limbah medis, juga ada sejumlah pemulung yang mengais dan memilah sampah. Tampaknya perlu sanksi dan tindakan tegas hingga proses hukum hingga pengadilan terhadap pengelola TPA liar tersebut.
Pembuangan sampah di DAS Kali Baru Cipakancilan, anak sungai Cisadane Desa Cilebut Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor merupakan suatu pemandangan yang sangat memprihatinkan. Kali Baru menjadi trending topic dan perhatian istana setelah mendapat pemberitaan yang luas. Puluhan titik pembuangan sampah liar tersebut memenuhi DAS Kali Baru Cilebut dan sudah menjadi pemandangan umum tanpa ada perasaan risih. Merupakan bentuk perilaku yang tidak peduli, tidak cinta terhadap sungai, tidak peduli pada lingkungannya sendiri. Kali dijadikan tong sampah raksasa.
Berdasarkan observasi lapangan dan interview dengan sejumlah warga sekitar Kali Baru. Bahwa Kali Baru penuh sampah disebabkan oleh, pertama, perilaku buruk, jorok dan tidak bertanggungjawab atas kebersihan, kesehatan dan kelestarian sungai dan lingkungan. Kedua, tidak ada sarana prasarana kebersihan dan pengelolaan sampah, seperti tong/bak sampah, container, TPS, dll. Ketiga, semakin banyaknya tumbuh permukiman (real estate) baru, namun tidak dilengkap tempat pengolahan sampah. Semestinya para developer bertanggungjawab atas sampah penghuninya. Pemerintah Kabupaten Bogor seharusnya mewajibkan setiap developer menyediakan tempat pengelolaan dan pengolahan sampah secara mandiri. Keempat, tidak adanya pengawasan dan penegakkan hukum secara rutin, ketat dan berkelanjutan.
Menurut warga bahwa Kali Baru Cilebut itu dibersihkan sampahnya ketika akan ada kunjungan istri Presiden RI, namun hanya bagian selatan. Sedangkan bagian utara masih banyak sampah terdampar di sejumlah titik. Kemudian dipasang sejumlah papan atau banner peringatan dilarang buang sampah ke kali. Papan peringatan itu tampaknya tidak digubris oleh warga, terbukti warga sekitar tetap membuang sampah ke DAS Kali Baru tersebut.
Hampir sebulan pasca kedatangan Ibu Presiden, kondisi sampah di Kali Baru semakin banyak dan belum dilakukan penanganan secara tuntas. Warga sekitar kali mengharapan adanya pembersihan sampah secara menyeluruh. Tampaknya Pemerintah Kabupaten Bogor khawalahan mengadapi serbuan sampah ke Kali Baru. Para penjaga dan pekerja otoritas irigasi yang membersihkan sampah tersebut sangat jengkel. Setiap dibersihkan, besoknya ada sampah, begitu terus setiap hari.
Sementara warga sendiri merasa benar, secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi atau pada malam hari membuang sampah seenaknya ke DAS Kali Baru. Kali dijadikan target pembuangan sampah. Merupakan nafsu, perilaku dan budaya kolektif yang sangat buruk. Biasanya sampah dimasukan dalam kantong plastic kresek, karung atau lainnya dan langsung dibuang ke DAS Kali Baru.
Mengapa warga tidak sadar-sadar, bahkan semakin menjadi-jadi membuang sampah ke DAS Kali Baru atau kali lainnya? Apakah urat malunya sudah hilang? Bukankah warga ikut bertanggungjawab atas kebersihan dan keindahan kali? Sudah waktunya, Stop Buang Sampah ke Kali!! Mari kita cinta kali seperti diri kita sendiri!!* 28/10/2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *