Lagi, kisah pilu anak Capaska (calon paskibraka) yang berniat mewakili kabupaten Labuhan Batu Sumut, harus mendapatkan kabar tidak lulus dalam proses rekrut anggota paskibraka.
Jasra Putra, Kepala Divisi Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan jangan sampai ada anggapan ‘Lu anak siapa?’ baru bisa terpilih menjadi Paskibra. Karena tradisi ini masih melekat hingga kini.
Sering kali proses rekrut pelibatan anak di tingkat lokal sampai nasional ada laporan laporan seperti ini.
“KPAI menyayangkan juga Anak Capaska di Labuhan Batu Sumut Diajak Berbohong. KH Capaska Kabupaten Labuhan Batu Sumut menyampaikan namanya sudah lolos. Dan ibunya sudah menjahit pakaian paskibraka. Namun saat ia ke tempat karantina namanya sudah terganti, tiba tiba namanya hilang. Padahal sebelumnya sudah diumumkan. Tadinya nama KH ada di nomor urut 29. Namun di list daftar yang masuk karantina namanya sudah diganti. Dan orang tuanya sangat kecewa. Jadi atas peristiwa ini, standard pengumuman anggota Capaska yang benar seperti apa? Bagi KH sertifikat menjadi paskib penting, karena dapat mengakses program Pendidikan dan meringankan beban orang tua yang berekonomi lemah.” jelas Jasra.
Untuk itu KPAI akan bersurat ke Bupati Labuhan Batu, Sumatera Utara agar dapat menjelaskan duduk perkaranya.
“Saya kira penting proses dari awal perekrutan dan masuk anak ini diaudit. Agar tidak ada pembohongan publik. Karena sangat disayangkan pada video klarifikasi yang diunggah, anak harus menyampaikan ibunya pembohong. Padahal ruang klarifikasi anak harusnya diciptakan nyaman, bukan dengan tekanan. Apalagi anak memahami dia sudah lulus. Tentu hal yang tidak perlu dilakukan pemda, sebagai alasan pembenaran kasus tersebut,” imbuhnya.
Dalam video klarifikasi ini, terlihat anak terlalu dipaksakan, seperti pesakitan. Harusnya ruang partisipasi anak tidak ditutup begitu saja. Ia perlu menjelaskan apa yang ia rasakan dari proses rekrut Paskibra yang dihadapi anak dan keluarganya. Kita tidak bicara salah dan benar, kalau salah dosa kita semua kepada anak dan keluarganya.
KPAI akan memanggil keluarga dan Bupati agar dapat menjelaskan secara independent.
“Apakah Pemda terbayang stigma yang harus dihadapi anak dan keluarganya? Di-bully di medsos. Biarkan anak diberi ruang menyampaikan apa yang dirasakannya. Sampai dalam video anak dipaksa mengorbankan Ibunya oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab, sangat disayangkan. Untuk itu misteri persoalan proses Paskib yang terus berulang tiap tahun di negeri ini, harus dituntaskan.” kata Jasra.
Kata Jasra, jangan lagi anak-anak dipaksakan menjadi generasi pembohong, generasi warisan kekerasan. Karena dalam investigasi kasus Paskib meninggal Tanggerang terungkap, Ortu korban bercerita sang anak mengalami kekerasan ketika latihan Paskib.
“Begitu juga Walikota Ibu Airin menceritakan juga mengalami kekerasan ketika proses Paskib. Saya juga menerima laporan mantan Paskib hal itu biasa, karena memang harus Tangguh menjadi Paskibra dan taruhannya bendera jatuh. Apa memang seperti itu, anak-anak seperti dalam situasi perang di pelatihan tersebut. Tentu dugaan-dugaan ini perlu dikaji bersama. Dan hasilnya akan menjadi pemulihan untuk semua anggota Paskib dan alumni Paskib. Demi kebaikan kita semua,” ungkap Jasra.
Sekali lagi, kata Jasra generasi mantan Paskibra penting menjadi perhatian, karena Paskib ini seperti generasi warisan. Belajar dari kisah Paskib meninggal di Tanggerang, ayah ibunya paskib, walikota paskib, wawako paskib. Untuk itu penting negara menjaga demi keadilan dan independensi penyelidikannya.
“Negara hadir secara sistem melindungi semua anak anak Indonesia yang menjalani Paskib. Seperti diketahui saat ini 25 ribu anak terlibat proses ini di seluruh Indonesia, menjadi petugas di tingkat kabupaten, kota, propinsi, sampai istana. Ini masalah urgent. Warning Alert System kita sudah bunyi. Sudah dua korban,” tambahnya.
Artinya, sambung Jasra, ini sudah menjadi alibi dalam setiap kasus, bahwa kasus kasus yang terjadi di dalam Paskib diduga akan susah bergerak.
“KPAI ingin ada tim independent dalam proses penyelidikan keluarga keluarga yang dikorbankan karena Paskibra. Timnya harus independen, karena disadari atau tidak paskibra ini generasi turun temurun. Sudah dua korban dari keluarga capaska menjadi korban proses tahapan seleksi ini. Ini tidak biasa, membawa kisah pilu generasi kita bahkan ada yang meninggal. Kurang apa lagi kewajiban kita membenahi ini. Harus segera.” ucapnya.
Dua peristiwa yang terjadi menjadi warning KPAI dan pemerintah agar semua proses tahapan seleksi dan pelatihan Capaska transparan dan dapat diawasi masyarakat. Sehingga kalau ada peristiwa peristiwa hukum dalam prosesnya dapat terang benderang. Jangan seperti sekarang, sulit diukur.
KPAI sudah berkoordinasi dengan Kemenpora dan KPPPA. Janjinya hari ini akan dikeluarkan Surat Edaran Bersama tentang Perlindungan Anak dalam Tahapan Paskibraka. Yang akan ditandatangani Nahar Deputi Perlindungan Anak KPPPA, Asrorun Niam Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Menpora dan Susanto Ketua KPAI.
“Saya kira bila media terus memberitakan informasi paskib ini. Akan membuka mereka yang terlibat Paskib untuk melapor baik para orang tua yang anaknya sedang ikut paskib maupun masyarakat. Harapan saya media terus memberi ruang informasi dan mekanisme laporan bila terjadi hal hal yang di anggap janggal. Seperti laporan orang tua Paskib yang meninggal di Tanggerang yang melapor kepada KPAI atas kejanggalan kematiannya. Meski di akhir proses tidak terbukti dan akan dibenahi proses tahapan dan pelatihan Paskibraka Tanggerang oleh Pemerintah Kota Tangsel. KPAI mengingatkan setiap kejadian Paskib sesuai Permen Menpora 65 tahun 2015 tentang Penyelengaraan Paskibaraka yang leading dan bertanggung jawab adalah Kepala Daerah. Jadi jangan alergi kalau dituntut pertanggungjawabannya, karena sesuai bunyi regulasi tersebut.” tukasnyam
Untuk itu, kata Jasra mekanisme laporan menjadi penting dan dalam rapat koordinasi kemarin antara KPAI, Kemenpora dan KPPPA mengeluarkan hotline pengaduan. Untuk orang tua yang anaknya menjalani proses tahapan Paskib dapat melapor ke Pengaduan KPAI di 021 3190 1446 untuk SMS/WA/Pengiriman Gambar di 0821 3677 2273. KPPPA juga menyediakan Hotline melalui P2TP2A secara nasional di 0821 2575 1234.
“Terakhir, saya berharap Hari Kemerdekaan yang sakral bagi bangsa kita, menyimpan kisah kisah yang tidak sesuai dengan semangat kepahlawanan, perjuangna mendirikan Negara dan Bangsa ini. Untuk itu kisah kisah di balik proses seleksi, tahapan dan pelatihan Paskib jangan dianggap kejadian biasa. Ini luar biasa, sudah ada yang meninggal,” pungkasnya.