SALURANSATU.COM – Kota Bekasi, Sebuah kota yang maju sering kali menjadi bahan perbincangan hangat di masyarakat maupun media massa karena kemampuan pemerintah kota tersebut dalam mengelola pembangunan dan sumber daya manusianya.
Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto Tjahjono saat melakukan audiensi dengan Forum Jurnalis Bekasi, menyatakan kota Bekasi butuh promosi dan branding
Kota ini harus diperbincangkan, semakin banyak yang menulis tentang kota ini maka kota ini semakin maju
sehingga tujuan dan visinya bisa tercapai dengan efektif.
“Kota ini butuh branding, makanya kota Bekasi ini harus menjadi kota yang keren, bahagia dan sehat. Kota yang nyaman dan bahagia dihuni oleh warganya dan ini harus disampaikan dan bisa tereksplore,” ujarnya di hadapan wartawan, Senin (22/3/2021).
Visi kota Bekasi menjadi kota yang Cerdas, Kreatif, Maju, Sejahtera dan Ihsan harus dimaksimalkan dan dioptimalkan.
Untuk mewujudkan 5 hal tadi tentu harus ada usaha dan usaha tersebut haruslah ter-ekspose oleh warga masyarakat. “Misalnya, tidak sedikit sekarang kaum milenial yang tidak mendapatkan tempat, tentu kita akan bertanya milenial mana yang tidak mendapatkan tempatnya? atau mereka butuh tempat yang seperti apa, inilah sebabnya perlu adanya komunikasi yang intens dan sebagai penyambung lidah mereka adalah para wartawan yang setiap hari berkecimpung dengan masyarakat,” kata Tri.
Mata, hati dan telinga semua stakeholders yang ada di kota Bekasi harus ikut berperan. Oleh karena itu ada yang disebut dengan Pentahelik di dalamnya ada pemerintah, dunia usaha, akademisi, LSM dan media. Jika semua ini berkolaborasi akan baik, karena zaman yang sudah semakin cepat dan dinamis harus ada informasi yang aktual.
“Kanal-kanal informasi selalu terbuka, apalagi Pemkot Bekasi mulai dari kelurahan, kecamatan, OPD, serta di tingkat kota sendiri ada yang namanya POC, informasi 24 jam, itu semua adalah sebagai sarana untuk penyambung disparitas antara keinginan dengan kemampuan dan inilah yang kemudian berkolaborasi,” imbuhnya.
Pemerintah banyak memiliki keterbatasan baik pendanaan, daya kreativitas maupun sumber daya. Akan tetapi semua itu bisa tertutupi jika ada yang menjembatani yakni komunikasi yang baik.
Pemerintah kota Bekasi berharap kepada para Jurnalis beberapa hal. Pertama, menulis adalah sebagai alat kontrol, alat pengingat untuk pemerintah. “Pemerintah punya RPJMD, punya Renstra, tinggal nanti di lihat apa yang belum dilaksanakan. “Jangan jangan yang ditulis oleh para Jurnalis tidak ada di dalam Renstranya, jurnalis menulis kemana kalo kita tidak ada Renstranya kesitu juga tidak akan kita laksanakan,” ungkapnya.
Kedua, terpercaya artinya apa yang ditulis sudah melalui proses edukasi dan kode etik jurnalistik, bukan hanya sekedar asumsi atau bagian dari cerita tapi juga bagian dari fakta yang harus disampaikan.
Semua stakeholders pemerintah kota Bekasi siap menerima kalau semua itu dilaksanakan dengan cara-cara yang baik dan memperhatikan adat adat ketimuran dan juga budaya lokal yang masih dipegang erat. “Sehingga tidak akan ada yang namanya kesenjangan karena saya melihat masih ada kesenjangan karena pemahaman dari Jurnalis sendiri harus lebih diperjelas lagi istilahnya karena semua orang bisa saja menyebut dirinya Jurnalis,” tambahnya.
Memang arus informasi saat ini sudah sedemikian bebas, apalagi ada evaluasi terkait Undang-undang ITE. Pemerintah terus melakukan perkembangan yang ada, sepanjang tulisannya bermanfaat, menyegarkan dan kalau perlu, kata Tri ceritanya jangan yang serius terus, “Setidaknya ada lah yang lucu lucu ringan dan santai jadi tidak tegang, kalo liat Instagram nya @mastriadhianto kan enak santai walaupun di sana ada tersirat filosofinya bagaimana membangun kota ini ada harapan besar bahwa kita mempunya potensi yang luar biasa tinggal kita bagaimana memenejnya,” ujarnya.
Terkait kompetensi Jurnalis Wakil Wali Kota berharap kompetensi Jurnalis yang berada di lingkungan pemerintah kota Bekasi hendaknya melakukan suatu regulasi.
“Semua orang bebas masuk menjadi seorang Jurnalis tetapi tentunya harus ada ikatannya, ada suatu regulasi yang membatasi untuk mengatur. Regulasi itu untuk mengatur supaya yang diatur juga senang dan yang mengatur pun juga senang sehingga ujungnya adalah kesejahteraannya akan lebih baik lagi, kemudahan komunikasi juga akan lebih baik lagi, mencari beritanya juga akan terfasilitasi dengan baik lagi sehingga pemerintah akan lebih aware dan lebih concern,” tambahnya.
Kompetensi itu, kata Tri tidak sekali seumur hidup. Namun tentunya ada evaluasi apakah per tiga tahun ataupun lima tahun dan tetap harus ada evaluasi, “Harus ada ujian ulang lagi terkait sejauh mana idealismenya sebagai seorang Jurnalis dan terakhir saya kira kompetensinya akan lebih terjaga,” pungkasnya. (Denis)