SALURANSATU.COM – Jakarta, Sabtu (5/10/2024) Pasca peristiwa perundungan terhadap peserta didik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di salah satu SMP Negeri Cimanggis, Kota Depok, KPAI langsung menyambangi rumah orang tua korban.
Hari ini KPAI melaksanakan mandat pengawasan, dengan mengunjungi rumah keluarga korban. Menurutnya ada persoalan serius, tentang bullying yang selama ini di laporkan orang tua korban, namun kurang mendapat perhatian sekolah.
Dalam pernyataan kepada KPAI, korban menyatakan peristiwa tersebut bukan yang pertama. Begitupun orang tua korban menyatakan setiap di laporkan perlakuan teman teman nya tersebut, tidak pernah tuntas di tangani sekolah
Ini terbukti ketika Kepala Sekolah merespon peristiwa yang baru saja terjadi dengan berkata “masih sadar ya pak (anaknya) ”. Ortu menilai Kepsek tidak sensitif korban, tidak memiliki perspektif disabilitas, dan seperti menormalisasi keadaan. Sehingga apa yang menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pendidikan untuk anaknya terus terjadi.
Anak korban menjelaskan peristiwa pasca selesai Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila bubar, disitulah terjadi. Ia mengatakan menerima tendangan, kekerasan di punggung, tangannya di cakar. Pelakunya tidak hanya 1 orang.
Ia juga menjelaskan beberapa peristiwa yang pernah dialami, seperti pernah kepala dan tubuhnya di dorong, hingga hampir terjatuh. Hanya saja Anak Korban tidak bisa melihat wajah yang mendorong nya, karena langsung berlari menghindar. Jadi Anak Korban bercerita perilaku teman teman nya. Anak Korban menyampaikan para pelaku, juga ada di ruang kelas lain.
Orang tua korban menyampaikan, selama ini anaknya tidak bisa melawan, karena perilaku yang terus berulang yang ujungnya kurang di perhatikan dalam berkomunikasi. Padahal ia ingin menyampaikan apa yang dialami. Dengan peristiwa melukai diri sendiri, menunjukkan rasa kecewa mendalam, atas ketidakperhatian. Sehingga terjadilah peristiwa tersebut, jelas orang tua kepada KPAI.
Orang tua juga kecewa, kepada respon seorang Guru SR di dalam berita yang menyampaikan “Selama ini anak baik baik saja”. Guru hanya melihat anak melukai diri sendiri, tidak ada yang memukul anak. Padahal ini hambatan anak dalam mencari akses komunikasi ke sekolah, yang berakhir dengan anak putus harapan dan menyampaikan kekecewaan mendalamnya dengan kaca pecah dan urat tangan anak putus.
Artinya ada masalah serius, soal mindset sekolah melihat anak disabilitas yang sudah menunjukkan kekecewaan besarnya namun belum dilihat sebagai bentuk protes.
Orang tua merasa sangat perhatian selama ini dalam tumbuh kembang anaknya, justru peristiwa anak korban berani melukai diri, membuat situasi sangat khawatir kondisi anak ke depannya. Anak mengalami tekanan, hingga berani selfharm.
Orang tua mendorong berbagai pihak membantu dalam pemulihan sampai tuntas, karena takutnya akan berdampak ke depan, setelah memuncaknya kekesalan, dan kekecewaan atas peristiwa tersebut. Kekhawatiran orang tua bertambah, setelah lepas visum dan BAP.
Orang tua melaporkan kepada KPAI, Anaknya setelah pulang dari visum di RS Polri, lewat dari depan sekolah. Korban menunjukkan perubahan sikap yang sangat cepat dari gesturnya, yang menutup muka dan tidak mau lihat sekolah.
Pihak Orang tua menyampaikan harapan kepada Kepolisian dan Para Ortu, agar ada penegakan hukum, karena ini sudah berkali kali terjadi.
Dengan peristiwa ini, menandakan pelaksanaan program sekolah inklusi, tidak ada yang bisa memastikan, sehingga terus menjadi pengabaian.
KPAI juga disampaikan oleh siswa lainnya, memang di sekolah tidak pernah ada sosialisasi mengenai Anak Disabilitas.
Para orang tua di sekolah tersebut berharap, kasus ini bisa menjadi trigger menyelesaikan berbagai kasus yang pernah terjadi di sekolah. Sekolah di dorong untuk berbenah, pentingnya memperkuat Tri Pusat Pendidikan (Sekolah, Orang tua, Masyarakat). Jadi sekolah perlu dikuatkan juga.
Untuk masalah yang dihadapi, guru, anak, orang tua harus rajin berkomunikasi. Tidak hanya sekedar soal pelajaran tapi bagaimana menciptakan ruang kondusif agar anak anak bisa belajar dan mengejar ketertinggalan. Harapan orang tua mudah mudahan sekolah lebih baik dalam pelayanan ke depan.
Lepas pertemuan dengan orang tua, KPAI menanyakan harapan anak. Anak Korban menyampaikan harapannya ke KPAI ingin punya banyak teman yang baik, dan baik kepadanya.
Memang Kemendikbud menyampaikan beberapa yang masih jadi persoalan dari penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) mulai dari SDM, Perspektif, dan dukungan sarana prasarana.
KPAI berharap Kemendikbud turun untuk menangani kasus ini, sebagai bentuk evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan Regulasi Permendikbud 46 tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan. Dengan kasus ini, KPAI mendesak agar Unit Layanan Disabilitas (ULD) harus ada dan berfungsi maksimal untuk layanan perlindungan anak-anak disabilitas di lingkungan satuan pendidikan.
Sebenarnya peristiwa ini adalah peristiwa berulang, menurut orang tua anak anak yang melakukan pada korban sudah dipanggil Guru BK.
Hanya saja KPAI melihat, seringkali anak anak yang di panggil Guru BK, merasa terstigma. Dan akhirnya justru, bisa jadi mereka bersikap lebih keras lagi kepada korban. Tentu baru dugaan dan butuh pendalaman. Namun dari pengalaman KPAI ini terjadi. Karena kekerasan dan sikap kekerasan selalu menindas dengan menyasar yang lebih lemah. Bisa juga persoalan pengasuhan dari rumah yang dialami anak anak yang menyerang korban. Sehingga perlu asessement mendalam.
KPAI mendorong pemulihan sampai tuntas, mohon ketuntasannya dipastikan melalui pernyataan para profesi, seperti psikolog, dokter, guru, orang tua.
KPAI juga mendapatkan keluhan, penanganan peristiwa sebelumnya di sekolah tersebut, terkait link vidio pornografi di kelas yang sampai saat ini belum di diselesaikan secara tuntas oleh sekolah. Sehingga ini perlu perhatian berbagai pihak, agar bisa membantu sekolah untuk menuntaskan.
Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI