Ilustrasi: freepik.com
Oleh: Satria Hadi Lubis
DALAM sebuah peperangan, Ali bin Abi Thalib ra terlibat duel dengan salah satu jawara kaum musyrik. Ali bin Abi Thalib ra berhasil menjatuhkan lawannya. Ketika Ali hendak membunuh musuhnya itu, sang musuh meludahi wajah Ali. Atas perlakuan musuhnya itu, Ali mengurungkan niatnya untuk membunuh dan meninggalkan musuhnya tersebut.
Orang musyrik itu pun memandang aneh sikap Ali. “Hendak ke mana kau?” ujarnya.
Ali menjawab, “Mulanya aku berperang karena Allah. Namun, ketika engkau meludahiku, aku khawatir aku membunuhmu bukan karena Allah tapi hanya sebagai balas dendam dan pelampiasan kemarahanku. Jadi, sekarang aku membebaskanmu karena Allah.”
Orang musyrik itu pun berkata, “Semestinya kelakuanku lebih memancing kemarahanmu hingga engkau segera membunuhku. Jika agama yang kamu anut itu sangat toleran dan bijaksana seperti itu, sudah pasti itu merupakan bukti bahwa agamamu benar.”
Dari kisah tersebut setidaknya ada empat nilai akhlak mulia yang diajarkan:
1. Pentingnya menjaga keikhlasan.
Niat suci untuk berjihad karena Allah tidak boleh dinodai oleh niat lain bukan karena Allah.
2. Menahan diri untuk tidak terprovokasi dan balas dendam yang merupakan akhlak tak terpuji.
3. Mengelola emosi dengan tidak dendam merupakan energi positif, sehingga muncul sikap arif dan memaafkan orang lain. Memaafkan lebih baik daripada melampiaskan dendam, sekaligus memunculkan rasa simpati orang lain.
4. Sikap lapang dada dan besar hati untuk hidup damai merupakan kata kunci hidup rukun. Marah itu wajar (manusiawi), tetapi membiarkan kemarahan tanpa kendali adalah awal dari sikap dan perilaku yang menghancurkan segalanya.
Itulah sebabnya, ketika seorang sahabat menemui dan meminta nasihat kepada Nabi Muhammad saw, beliau berkata, “Jangan marah…!” Nabi mengulangi jawaban itu sampai tiga kali” ( HR. Muslim).