Oleh: Satria Hadi Lubis
Rasulullah saw menyuruh kita banyak diam daripada bicara. Itulah sebabnya kita punya dua telinga dan satu mulut. Artinya, waktu bicara itu hanya setengah daripada waktu diam.
Dengan diam kita bisa lebih banyak merenung, memikirkan hikmah untuk meningkatkan kualitas diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan diam kita akan lebih banyak mendengarkan untuk menyerap ilmu daripada banyak bicara tanpa ilmu.
Dengan diam kita mengurangi peluang untuk menyakiti orang lain, berbuat dusta, berkata sombong dan riya. Yang kesemuanya berujung pada dosa yang bertumpuk.
Betapa banyak dosa yang keluar dari lidah yang salah terucap (atau dari tulisan di medsos yang digoreskan). Jauh lebih banyak orang yang sengsara karena lidahnya daripada amalnya. Jauh lebih banyak permusuhan karena ucapan daripada perbuatan.
Ironisnya kita sering menganggap remeh dosa karena lidah (tulisan). Lalu berbagai tempat kongkow penuh dengan pembicaraan tak berguna, bahkan batil.
Rasulullah Muhammad saw bersabda, “Inginkah kuberitahukan kepadamu penegak dari semua amalan itu?” Aku (Muadz) menjawab, “Mau wahai Rasulullah.” Maka beliau memegang lidahnya seraya bersabda, “Tahanlah ini,” aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami betul-betul akan disiksa akibat ucapan kami?” beliau menjawab, “Kasihan kamu wahai Muadz, apakah ada yang menjerambabkan manusia di dalam neraka di atas wajah-wajah mereka kecuali buah dari ucapan lisan-lisan mereka?!” (HR. At-Tirmizi no. 2616 dan dia berkata, “Hadits hasan shahih.”)