Oleh: Firdausu
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) didirikan tepatnya pada 9 Februari 1946 di Solo, Jawa Tengah. Berdiri di tengah perlawanan mempertahankan kemerdekaan, pada saat itu para wartawan dan pemimpin media dari berbagai penjuru tanah air menyepakati pembentukan PWI sebagai organisasi perjuangan masyarakat pers dalam mempertahankan kemerdekaan.
Pertemuan tersebut juga memilih Mr Sumanang sebagai Ketua PWI dan Sudarjo Tjokrosiswojo sebagai sekretaris, juga menyetujui pembentukan sebuah komisi beranggotakan 10 orang. Selain Sumanang dan Sudarjo, mereka adalah: Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakyat Jakarta), B.M. Diah (Harian Merdeka, Jakarta), Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta), Ronggo Danukusumo (Suara Rakyat, Mojokerto), Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya), Bambang Suprapto (Penghela Rakyat, Magelang), Sudjono (Surat Kabar Berjuang, Malang) dan Suprijo Djojosupadmo (Surat Kabar Kedaulatan Rakyat,Yogyakarta).
Komisi tersebut bertugas merumuskan hubungan antara wartawan sebagai pekerja pejuang dan Surat kabar sebagai lembaga usaha (Panitia Usaha).
Kemudian Panitia Usaha tersebut terus bergerak mengadakan komunikasi dan pertemuan demi pertemuan, hingga disepakati pada 08 Juni 1946 di Jogyakarta dibentuk Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS).
Selanjutnya hubungan dua organisasi pers nasional tersebut saling melengkapi yang kemudian hubungan itu dikenal seperti pinang di belah dua.
Sejak pembentukannya, PWI terus berkembang pada masa Orde Baru PWI dipandang sebagai satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia, kemudian tonggak kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) 09 Februari ditetapkan pemerintah sebagai Hari Pers Nasional (HPN).
Walaupun PWI kini bukan lagi satu-satunya organisasi tempat berhimpun para wartawan, tetapi PWI tetap menjadi pilihan terdepan bagi profesi wartawan, hal ini nampak dari ribuan anggota PWI yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Anggota PWI tidak hanya bekerja di media cetak, melainkan juga televisi, radio dan kini makin banyak di media siber, dan mereka juga telah mengikuti pendidikan dasar jurnalistik dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Pesatnya pertumbuhan digital dibelahan dunia, dengan mempertimbangkan suatu masa akan muncul kebebasan luar biasa, seakan-akan tidak ada lagi ruang redaksi, dimana semua orang dapat mempunyai kanalnya masing-masing dengan prioritas kecepatan, pada akibatnya akan berasa kegagalan kita dalam beretika dan kegagalan kita dalam mempersatukan bangsa.
Kemudian fungsionaris PWI berkumpul di Serpong Tangerang Banten menggagas berdirinya organisasi Siber.
Kemudian lahir Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), hubungan sejarah kelahiran PWI dan kelahiran SMSI terukir di dalam pembukaan Anggaran Dasar SMSI
“Bahwa diperlukan sebuah wadah untuk menghimpun perusahaan Media Siber di Indonesia. Wadah itu dapat digunakan sebagai sarana membangun media siber yang profesional. Bahwa atas pertimbangan-pertimbangan diatas didirikanlah sebuah organisasi untuk menghimpun perusahaan media siber, sebagai kelanjutan pergerakan masyarakat pers, yang mana tanggal 09 Februari 1946 diyakini sebagai momentum sejarah bersatunya Pers Nasional”.
Pada puncak acara peringatan HPN di Kendari, Sulawesi Tenggara seluruh anggota dan Pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menghaturkan selamat ulang tahun ke-76, semoga PWI Jaya selalu.
(Penulis adalah Ketua Umum SMSI Pusat dan Direktur Journalist Boarding School)