Pandangan Pengamat Pendidikan Nasional Terkait Putusan MK: Politik Jangan Pragmatis
Pengamat Pendidikan Nasional, Dr. Dirgantara Wicaksono, MPd, mengungkapkan pandangannya mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal dibolehkannya kampanye di kampus
Menurutnya, pandangan atas putusan tersebut tidak boleh terbatas pada pragmatisme politik semata. Dirgantara menjelaskan bahwa politik haruslah lebih dari sekadar dukungan terhadap calon. Ia menyatakan bahwa politik merupakan hal yang berkaitan erat dengan kehidupan banyak orang, tentang kedaulatan dan kesejahteraan.
“Dalam perspektif masa Orde Baru, politik mengalami depolitisasi makna, yang berdampak pada pelaksanaannya. Politik pada era tersebut diartikan sebagai perwujudan kekuasaan yang dikuasai oleh kelompok tertentu, serta kesejahteraan yang hanya dinikmati oleh sebagian. Hal ini mengakibatkan masyarakat berada dalam posisi sebagai objek politik, sehingga politik pada masa itu lebih bersifat pragmatis dan terbatas pada pemilihan tanpa memperhatikan ideologi yang mampu membawa keadilan dan kesejahteraan,”kata pria yang bekerja sebagai dosen S2 Teknologi Pendidikan ,Sekolah pascasarjana , UMJ.
Ia juga menyoroti bagaimana Orde Baru memanfaatkan PNS sebagai basis dukungan politik mereka. Hanya partai Golkar yang diizinkan, sementara kelompok politik lain ditekan. Meskipun beberapa aturan membatasi aktivitas politik di lingkungan pendidikan, kepentingan Golkar masih diutamakan. Meski demikian, dalam konteks saat ini, Dirgantara mengungkapkan bahwa fasilitas pendidikan boleh digunakan untuk kegiatan politik, asalkan tidak terjebak dalam pragmatisme pemilihan calon semata.
Lebih lanjut, dalam pandangan Dirgantara, kampus seharusnya menjadi wadah perdebatan akademis bagi politikus untuk mempresentasikan ideologi partai.
“Pada masa Orde Lama, politikus membangun argumen rasional atas ide-ide mereka, dan kampus berperan dalam menguji argumentasi tersebut,”katanya.
Ia menekankan bahwa fasilitas pendidikan seharusnya menjadi tempat bagi pendidikan politik, di mana para akademisi memiliki tugas untuk mengkritik ide-ide pemimpin, bukan sekadar kampanye pragmatis.
“Politik seharusnya lebih luas dan mengarah pada pencerahan ideologi yang dapat mendorong keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat,”katanya.