Moderat dan Mencerdaskan
Indeks

Refleksi Hari Pangan Dunia, Indonesia Masih dalam Bayang-bayang Krisis?

ppdb2025

SALURANSATU.COM – Tanggal 16 Oktober diperingati sebagai Hari Pangan Dunia. Dikutip dari tempo.com indeks pangan FAO (FFPI) mencatat kenaikan tertinggi sepanjang sejarah yakni di level 159,7. Krisis pangan juga berkaitan dengan jumlah orang kelaparan berdasarkan Global Report on Food Crisis (GRFC) dan The State of Food Security and Nutrition in the World (Sofi).

Secara global, GRFC 2022 mencatat tingkat kelaparan tetap mengkhawatirkan seperti pada 2021. Saat itu, sekitar 193 juta orang mengalami rawan pangan tingkat tinggi hingga membutuhkan bantuan mendesak di 53 negara. Sekretaris jendral PBB Antonio Guterre mengatakan yang dikutip melalui laman republika.com dalam dua tahun terakhir, jumlah orang yang sangat rawan pangan di seluruh dunia telah meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 276 juta, menurut Program Pangan Dunia.

Guterres mengatakan harga pupuk dan energi naik tahun lalu, yang katanya akan berdampak pada semua panen termasuk beras dan jagung. Hal ini dikhawatirkan mempengaruhi miliaran orang di seluruh Asia, Afrika dan Amerika.

Bagaimana dengan Indonesia?

The economist melalui global food security Index merilis pemeringkatan indeks keamanan pangan negara-negara di dunia di mana Indonesia menempati peringkat ke 69 dari 113 negara yang diukur indeksnya pada tahun 2021 yang mana Posisi ini melorot 12 peringkat jika dibandingkan tahun 2020. Peringkat indonesia ini juga tidak lebih baik dari beberapa negara tetangga seperti Filipina (rank 64), Vietnam (61), Thailand (51) dan Malaysia (39). Kualitas dan keamanan pangan, sumberdaya alam and resiliensi termasuk penelitian dan pengembangan di bidang pertanian masih menjadi catatan yang kurang menggembirakan bagi pemerintah indonesia.

Global Hunger Indeks indonesia mendapati poin 18 atau moderate namun nilai ini mendekati nilai kelaparan serius (20).

“Sejumlah persolan mendasar di bidang pertanian juga masih menjadi PR pemerintah seperti kesejahteraan petani, penurunan kualitas dan kuantitas pertanian nasional serta alih fungsi lahan pertanian yang terus mengalami peningkatan merupakan ancaman yang sedang kita rasakan saat ini,” ujar anggota komisi IV DPR RI drh Slamet.

Maka tidak heran menurut data Bappenas jumlah petani indonesia terus mengalami penurunan bahkan diprediksi profesi ini akan lenyap pada tahun 2065.

“Hal ini juga diperparah dengan minimnya generasi millennial yang memilih untuk terjun ke bidang pertanian sehingga mengancam regenerasi petani di Indonesia,” katanya.

Menurut Slamet sistem pertanian indonesia harus dilakukan by design bukan dengan dengan tindakan sporadis tanpa perencanaan yang matang.

“Pemerintah kerap mengeluarkan statement mengenai ketahanan pangan namun di sisi lain lupa bahwa selain ketahanan pangan kesejahteraan petani adalah hal yang utama untuk diperjuangkan. Bukankah pemerintah dulu sudah berpidato menjanjikan kondisi pertanian yang lebih baik dari kondisi sebelumnya?” Ujarnya.

Namun kenyataannya, kata Slamet kita masih menemukan petani yang hanya gigit jari akibat harga sayurannya naik namun hanya menguntungkan tengkulak.

“Kita masih melihat petani yang menangis akibat harga jual tanamannya yang jauh dibawah biaya produksinya, kita juga masih menemukan anak petani yang putus sekolah akibat kekurangan biaya pendidikan,” tukasnya.

Editor: Ani Rohimah