SALURANSATU.COM – JAKARTA – Tahun 1990 merupakan tonggak sejarah bagi dunia kesehatan hewan di Indonesia. Melalui resolusi BadanĀ Kesehatan Hewan Dunia (OIE) No. IX Indonesia resmi dinyatakan bebas dari wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Namun penyakit ini kembali ditemukan menyerang ternak sapi milik masyarakat. Artinya prestasi selama 32 tahun Indonesia bebas PMK tercoreng akibat ulah segelintir oligarki yang bermain di belakang importasi hewan dan produk peternakan selama ini.
Anggota komisi IV DPR RI, Fraksi PKS, drh Slamet menyayangkan keterlambatan aksi pemerintah mencegah persebaran wabah PMK. Karena menurutnya, masuknya wabah penyakit hewan ini jika tidak segera ditangani maka akan memberikan dampak domino yang sangat besar khususnya bagi peternakan rakyat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
“Carut marut tata kelola peternakan nasional sebenarnya hanyalah ekses dari buruknya pengelolaan sektor pangan dalam negeri. Tumpang tindih kewenangan dan sulitnya melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga adalah kejadian lumrah yang sering kita jumpai di negeri ini,” kata Anggota Komisi 4 saat RDP dengan Kementerian Perdagangan, Selasa (14/6/2022).
Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) yang pemerintah anggap sebagai jalan keluar bagi kekuatan nasional dinilai semakin menunjukkan kelemahan dengan semakin terbukanya mekanisme importasi hewan dan produk ternak di Indonesia.
Slamet menuntut pemerintah untuk bergerak cepat menghentikan penyebaran wabah PMK di Indonesia melalui pengendalian pola importasi hewan dan produk ternak khususnya yang berasal negara-negara yang belum dinyatakan bebas PMK serta mengusut tuntas persoalan dibalik mewabahnya PMK di Indonesia.
“Kami meminta pemerintah melalui kementerian keuangan untuk segera melakukan alokasi anggaran darurat bagi penanganan wabah PMK melalui pencairan dana automatic adjustment milik kementerian pertanian sebesar 1,4 triliun rupiah,” jelasnya.
Anggaran pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) mencapai 466 triliun yang sekitar 20 persen biayanya bersumber dari APBN bahkan kementerian keuangan telah menganggarkan 23 triliun rupiah untuk IKN pada tahun 2023 artinya, kata Slamet, dengan porsi anggaran seperti ini tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengatakan tidak punya anggaran bagi penanganan PMK yang hanya membutuhkan kurang lebih sebesar 4,2 triliun rupiah. (*)