Moderat dan Mencerdaskan Masyarakat
Indeks

DPR Nilai Buruknya Penegakan Hukum Penyebab Utama Maraknya Kebakaran Hutan dan Lahan

maraknya kebakaran hutan dan lahan

SALURANSATU.COM – JAKARTA – Panitia Kerja (Panja) pengendalian dan penindakan Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) Komisi IV DPR RI kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan para akademisi dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan khususnya penanganan kebakaran hutan dan lahan.

pilkada

Menurut data Greenpeace Asia Tenggara antara tahun 2015 – 2019, terdapat sekitar 4,4 juta hektar lahan telah terbakar di Indonesia. Sekitar 789.600 hektar kawasan ini atau sekitar 18 persen telah berulang kali terbakar. Salah satu yang menjadi fokus perhatian panja tersebut adalah buruknya penegakan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan yang merupakan penyebab utama masih maraknya kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan politisi senior dari Fraksi PKS drh Slamet saat mengikuti RDPU Komisi IV DPR RI mengenai penangan Karhutla bersama para akademisi dan LSM yang dilakukan secara daring.

Pernyataan anggota DPR RI dapil Kota dan Kabupaten Sukabumi bukannya tanpa alasan, sebab menurut data yang diperoleh selama periode 2015 hingga 2019 setidaknya 8 dari 10 perusahaan kelapa sawit dengan area terbakar terbesar belum menerima sanksi apapun meskipun kebakaran tersebut terjadi dalam konsesi mereka.

Selain penegakan hukum yang lemah, drh Slamet juga menuding pemerintah secara jelas dan nyata juga melemahkan proses perlindungan lingkungan hidup khususnya pencegahan karhutla dengan merevisi pasal 67 dan menghapus pasal 68 dalam UU 39 tahun 2014 tentang perkebunan yang memuat kewajiban setiap pelaku usaha untuk membuat pernyataan kesanggupan dalam menyediakan sarana, prasarana, dan sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran, sebelum memperoleh izin lingkungan.

“Kami sudah memperingatkan tentang hal ini selama pembahasan UU Cipta kerja, karena jika ketentuan-ketentuan tersebut dihilangkan adalah sebuah langkah mundur bagi perlindungan lingkungan khususnya di areal perkebunan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (30/6/2021).

Dari dua pendekatan tersebut menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah dalam mencegah terjadinya karhutla. Meskipun Presiden Jokowi sudah menyatakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun 2020 lalu bahwa akan terus memperkuat perlindungan lingkungan hidup jika tanpa regulasi yang kuat serta penegakah hukum yang masih lemah wacana presiden tersebut hanya akan menjadi sebuah utopia belaka.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *