37 Pasangan siswa SMP yang tertangkap tengah mengadakan pesta seks di Kota Pasar Jambi tentu menjadi kasus yang sangat disayangkan. Memang hidup kita sudah terbatas, namun masa pandemi Covid 19 ini jauh lebih membatasi lagi. Untuk itu butuh kesabaran terus menerus agar pesan-pesan seperti ini sampai kepada remaja kita.
KPAI melihat banyaknya pasangan siswa/i SMP yang terlibat, menandakan anak-anak ini masih sangat rentan. Kebutuhan di masa tumbuh kembang serta pubertas di usia produktifnya tidak tersalurkan dengan baik, karena semua akses dibatasi.
Di sisi lain ketidakpastian yang dialami setiap individu di masa pandemi, menambah jauhnya pengawasan terhadap anak-anak remaja kita, yang sangat butuh perhatian.
Pengurangan layanan pada anak, menyebabkan bermunculnya kejadian tersebut. Dan bila tidak segera diatasi, maka situasi akan semakin mengkhawatirkan.
Pengurangan ini menyebabkan remaja kita sulit konsentrasi, jam kegiatan yang kurang, kecemasan berlebihan, tidak produktif di kehidupan sehari- hari, emosi tidak stabil dan sulit beradaptasi dengan kondisi sekarang.
Tidak ada tempat, panggung mereka di masa pandemi. Ketergantungan pada gadget menyebabkan juga agresifitas yang tinggi, hormon stress atau tekanan juga tinggi dengan fasilitas yang berkurang, hingga berakhir mencari eksistensi sendiri. Yang dalam tanda kutip ‘bisa dihargai’.
Berdasarkan data SIMFONI PPA yang dimiliki Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Januari sampai Juni saja telah tercatat 3.087 kekerasan anak. Angka ini bagi Kementerian menjadi sirine berbahaya di masa Covid 19. Bahkan korban dan pelakunya dinyatakan banyak anak anak.
Dengan data remaja kita yang mencapai sebesar 67.268.900 jiwa (Data BPS 2020). Bahwa ada 25% data remaja kita dari total jumlah penduduk Indonesia yang berpotensi mengalami peristiwa serupa, jika pengurangan layanan buat anak anak dan remaja kita terus terjadi.
Karena dalam masa Covid 19 pengurangan layanan tidak bisa dicegah. Dengan adanya keterbatasan selama pandemi dan perhatian setiap individu lebih berat kepada dirinya, menyebabkan remaja tanpa pendampingan. Pentingnya orangtua, lingkungan, kementerian, lembaga, entitas aktivis dan pelindung anak memberi perhatian lebih situasi ini. Dan melakukan inovasi layanan mereka.
Pasca peristiwa tersebut, ada 37 pasangan siswa SMP yang harus diberi perhatian lebih dan diberi solusi atas situasi mereka di masa Covid 19. Jika hanya berorientasi pada hukuman, maka akan menjadi kegagalan kita semua.
Remaja adalah masa produktif. Yang membawa energi besar dalam hidupnya. Masa umur SMP, perkembangan pubertas remaja yang puncaknya di umur 12 -13 tahun, mengubah cara berpikir mereka, cara pandang, mereka merasa yang dilakukan seolah sangat penting, untuk itu menjadi mudah emosi dan cenderung menjauh dari kita orang dewasa dan orang tua. Untuk itu penyaluran tumbuh kembang ini menuntut produktifitas kita yang tinggi juga.
Mengajak anak- anak, remaja menggunakan standar protokol kesehatan, bukan dibilang mudah, bukan juga mereka dikatakan barisan generasi yang tidak mau pakai masker. Tapi kepedulian itu ada tahapannya buat mereka, karena sebab dominasi pertumbuhan dalam pencarian identitas diri karena mereka merasa begitu pentingnya diri mereka. Sehingga menempatkan mereka sebagai subjek bukan objek dalam aturan sangat penting agar prasyarat membangun partisipasi dan kapasitas terjadi.
Peristiwa tersebut jadi pembelajaran, pentingnya membangun pembelajaran peer to peer antara mereka. Bahwa dibalik peristiwa buruk ini, ada kekuatan pembelajaran sebaya yang kuat, yang jika diterapkan sebagai subyek akan berdampak luar biasa untuk remaja kita.
Seperti program pemerintah yang menyasar remaja penting diaktifkan dan membangun inovasi. BKKBN memiliki program Generasi Berencana atau disebut GenRe dengan membuat layanan, Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja). Dengan membuka layanan 23.579 PIK yang tersebar di 34 Provinsi. BKKBN membut ini untuk menjadi wadah bagi remaja berkumpul, berbagi cerita, berkreatifitas dan saling tukar informasi dengan teman sebaya mereka. Yang menyasar untuk memberi saluran masa pubertas dan produktif remaja. Semoga program ini bisa diterima 37 pasangan SMP tersebut.
Sekali lagi, jumlah 37 pasangan ini menggambarkan remaja kita sangat tertinggal dalam kampanye pemberhentian penularan Covid 19 yang di selenggarakan berbagai tempat. Situasi jiwa yang tidak baik dalam menerima kampanye ini, juga bisa berdampak penolakan di anak anak remaja kita. Dan menyebabkan peristiwa ini terjadi. Perlu inovasi dan himbauan terus menerus agar remaja kita juga turut serta dalam pengurangan resiko masa pandemi ini diberbagai bidang.
KPAI meminta Kementerian Pariwisata dan Asosiasi Hotel komitmen terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Dengan Kisah WNA Perancis yang melakukan aksi fedofil terhadap 305 anak di hotel dan 27 pasangan belia di Kota Jambi melaksanakan pesta seks di hotel. Harusnya jadi pembelajaran para hotel dalam melihat pergerakan anak anak sebanyak itu, harusnya jadi kecurigaaan dan deteksi dini dalam menerima anak anak menggunakan jasa hotel. Kita apresiasi petugas yang segera menyelamatkan anak anak di hotel hotel tersebut. Pemerintah daerah harus memberi sangsi, jika jelas jelas hotel melakukan pembiaran peristiwa seperti ini.
Salam Senyum Anak Indonesia
Jasra Putra
Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak