SALURANSATU.COM – Dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga menjabat sebagai Tenaga Ahli Pengayaan Muatan RPJMD Kota Depok yang menjadikan Depok Kota Ramah Keluarga, Prof Dr. Euis Sunarti menyatakan banyak pihak mengatakan LGBT merupakan skenario global yang memang sengaja dibuat untuk merusak generasi bangsa. Meskipun validitas informasi ini masih perlu dibuktikan, akan tetapi peluangnya tetap ada.
“Memang kita sering ditanya hal ini. memang saya sendiri terbatas dari info, dari dokumen yang dibaca yang validitasnya belum bisa dibuktikan. Skenario ini konon untuk mengurangi penduduk dunia, khususnya di negara berkembang.
Memang ada berbagai pihak yang meyakini kebenaran tersebut, namun kalau sampai mendorong suatu gerakan, saya belum yakin. Tapi tetap, peluang itu ada,” katanya saat dihubungi saluransatu.com Senin (15/10/2018)
Lebih lanjut Prof Euis menyatakan memang bentuk dukungan untuk LGBT ini banyak berasal dari gerakan luar.
bantuan-bantuan yang ada mensyaratkan bahwa itu bagian dari gerakan kesetaraan (equality) dan hak asasi manusia.
“Namun ini mengabaikan prinsip dasar yang dianut suatu wilayah atau suatu negara, dan dipaksakan untuk menerima HAM universal. Padahal di Indonesia, HAM itu ada namun tidak begitu saja tapi harus berdasarkan nilai-nilai agama dan norma sosial,” imbuhnya.
Maka, kata Euis sepatutnya bukan cuma hak asasi yang digaungkan, karena dalam kehidupan bernegara juga ditekankan adanya kewajiban sebagai warga negara yang baik.
“Penggiat keluarga Indonesia sudah pernah membuat petisi membuat Komnas Kewajiban Asasi Manusia (Komnas KAM) Karena kalau semua tuntut hak, tapi tidak mau peduli akan kewajiban, maka akan banyak menimbulkan konflik,” tambahnya.
Secara global, terlihat pengaruh gerakan LGBT di berbagai negara, kata Euis. Hal ini terlihat dari perubahan sikap beberapa negara yang awalnya menolak LGBT menjadi menerima.
“Trennya memang demikian. Indonesia juga posisinya akan seperti itu kalau penduduknya tidak melakukan counter attack terhadap gerakan itu. Harus ada gerakan yang meng-counter. Kalau kita ingin tetap mempertahankan nilai keluarga yang selama ini kita anut dan jaga,” jelasnya.
Sayangnya, kata Euis tidak banyak yang turun tangan untuk hal itu. Padahal masyarakat sendiri sebenarnya tahu dampaknya. Jika tidak ada gerakan, kata Euis maka ini menjadi fenomena yang menyedihkan.
“Makanya harus ada upaya mendorong semua pihak menyuarakan kepada DPR. agar DPR melihat animo masyarakat yang tidak ingin ada fenomena ini,” terangnya kemudian.
Memang ada pasal khusus LGBT yang melarang yakni tentang cabul sesama jenis, namun hanya jika korbanya anak anak. Padahal perbuatan tersebut terlarang dan absolut ketercelaanya dilakukan oleh siapapun kepada siapapun.
Euis sendiri meyakini tetap harus ada aturan tegas terhadap hal ini agar moralitas bangsa tetap terjaga.
“Penting adanya aturan supaya orang mau mengerem dan menahan diri untuk tidak melakukannya. Penting ada pasal dasar yang melarang. Adapun aspek hukum pidananya serahkan kepada penegak hukum,” lanjut Euis.
Jika gerakan ini tidak kunjung dilarang, kata Euis maka akan terus berkembang karena ada upaya advokasi oleh pihak pengusung gerakan tersebut. Namun kalau perbuatannya dilarang tegas, maka gerakan dan organisasi penggeraknya akan menjadi organisasi terlarang.
“hal ini tidak banyak difahami masyarakat. Jangan ada pembiaran,” tukasnya. (Aji)