Moderat dan Mencerdaskan Masyarakat
Indeks

Pemilik Bebiluck Curhat di Sosial Media

SALURANSATU.COM – Bebiluck, produk makanan bayi yang diproduksi PT Hassana Boga Sejahtera di kawasan industri Taman Tekno, Tangerang Selatan, dihentikan sementara produksinya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Banten mulai Kamis (15/9/16) kemarin.
Dalam inspeksi mendadak kemarin, BPOM mendapati produk Bebiluck belum memiliki izin produksi dan izin edar.
“Pabriknya sementara kami segel dan produksinya kami hentikan dulu sampai pemeriksaan lebih lanjut,” kata penyidik BPOM Banten, Shinta, seperti dilansir Kompas.com.
Shinta menjelaskan, produk Bebiluck sudah lama diawasi oleh BPOM, yaitu sejak awal tahun 2015. Dia mengungkapkan, tidak ada masalah dengan konsep Bebiluck.
Namun yang membuat produksi dihentikan sementara lebih karena izin yang belum lengkap.
“Saya belum bisa bicara lebih lanjut soal yang lainnya, apa ada bahan berbahaya atau tidak. Tetapi prinsipnya, BPOM menjalankan tugasnya dan mengimbau masyarakat tidak perlu resah. Semua produk Bebiluck di pabrik juga sudah kami sita untuk diperiksa,” kata Shinta.
Di media sosial, pada Jumat (16/9/16) pagi beredar “curahan hati” pemilik usaha yang berawal dari UMKM ini.
Lutfiel Hakim, pemilik produk makanan Bebiluck merasa BPOM tidak adil saat menggrebek tempat produksi Bebiluck miliknya. Kekecewaan itu kemudian ia curahkan melalui akun Facebook miliknya bernama user Lutfiel Hakim.
<em>Sejarah Kami adalah Sejarah Cinta Ibu Kepada Anaknya
Oleh : Lutfiel Hakim</em>
<em>Adakah seseorang yang mencintai tega menyakiti yang dicintainya? Tidak ada. Seorang Ibu tetaplah memberikan cinta kepada anaknya, takkan lebih dari itu.</em>
<em>Pertengahan 2009, boleh jadi merupakan awal terindah bagi istri saya memberikan Makanan Pendamping ASI pertama untuk anak kembar kami. Sekedar seorang ibu yang ingin memberi makanan pertama terbaik bagi anak2 pertamanya. Dengan informasi secukupnya, mulailah memasak dan hasilnya : super lahap. Cerita berlanjut karena anak tetangga kami yang tadinya tidak doyan makan, menjadi doyan makan setelah mencoba makan bubur bayi home made kami. Tentunya kebahagiaan seorang ibu sebagaimana lainnya, melihat anak-anak terbantu karena makanan bayi rumahan ini.</em>
Singkat kata waktu berubah, permintaan untuk makanan bayi dari teman2 meningkat, yang akhirnya memunculkan ide untuk melayani mereka secara lebih baik dengan : membuka lapak.
<em>
<em>2 tahun setelahnya, kami memutuskan untuk membuat kemitraan yang disambut dengan antusias karena bahan-bahan yang memang kami pastikan yang terbaik.</em>
<em>Jika ada satu kekhawatiran, adalah makanan bayi yang sangat berisiko tinggi. Maklum, makanan bayi bukan sembarang makanan. Background kami yang bukan pangan membuat kami harus terus berfikir keras menangani ini. Akhirnya, hanya setahun setelah membuka kemitraan kami pun :</em>
<em>
1. Membuka CV untuk penerbitan SIUP
2. Berkonsultasi dengan dinkes dan mendapatkan izin dinkes PIRT
3. Melakukan uji lab dinkes, lolos, bubur bayi kami aman saat itu</em>
<em>Kami yang awam hanya bisa bertanya, PIRT mungkin membantu usaha rumahan seperti kami, meski nantinya PIRT untuk produk bayi ternyata belum ideal.</em>
<em>Belum puas dengan izin-izin tadi, kami akhirnya menambah keyakinan dengan :</em>
<em>1. Merekrut ahli pangan yang 25 tahun pengalaman. Sungguh tidak mudah karena pengalamannya membuat kami harus mengeluarkan budget yang tidak sedikit.</em>
<em>
2. Mengganti badan usaha menjadi PT untuk persiapan izin POM
3. Melakukan uji lab pro untuk kandungan pangan, yaitu dari TUV NORD</em>
<em>4. Mengajukan dan mendapatkan sertifikat halal LPPOM MUI
5. Melakukan uji mikroba dan cemaran produk di lab TUV Nord, hasilnya produk kami aman.</em>
<em>Dalam pada itu, kami merasa belum puas atas satu hal : izin POM.</em>
<em>Hingga suatu hari datanglah peringatan dari BPOM untuk mengurus izin BPOM.</em>
<em>Sebagai usaha level UKM yang baru hendak tumbuh, kami pun timbangkan masak2. Lokasi kami di perkampungan, dan harus pindah ke kawasan industri untuk mempermudah izin POM. Dengan segala daya upaya, membayar sewa 5x lipat dari sewa lahan di kampung, kami pun pindah, cashflow mulai goyah. Tapi kami tetap fokus, ada satu tujuan : izin POM.</em>
<em>Tepat april 2016 kami mulai berproses pengajuan izin POM, dengan niat tulus supaya memberikan rasa paling aman untuk semua pelanggan. Untuk pengajuan izin POM, kami lebih dulu ke BPOM pusat mendaftar, dan ternyata harus memenuhi syarat : Izin Usaha Industri dari pemkot setempat. Cerita dimulai..</em>
<em>Izin Amdal, harusnya selesai seminggu, jadi sebulan dua bulan</em>
<em>Izin HO, harusnya selesai seminggu, jadi sebulan dua bulan. Bahkan pernah tidak jadi ambil kertas HO yang sudah ditandantangani, hanya karena BLANKO HABIS. Luar biasa. Seseorang menawarkan sekian belas juta untuk izin2 ini. Luar biasa lagi.</em>
<em>Terakhir adalah Izin Usaha Industri, sedianya jumat 9 september pekan lalu sudah keluar, senin rencana langsung ke BPOM Serang mendaftar, tapi tak kunjung keluar, dijanjikan selasa 14 September kemarin, rabunya hendak mendaftar, tapi tak kunjung keluar…..</em>
<em>Dan batallah semuanya hanya karena birokrasi yang berbelit – belit.</em>
<em>Bina Kami Pak, Jangan Bunuh Kami</em>
(<em>Sambungan : Sejarah Kami adalah Sejarah Cinta Ibu Kepada Anaknya)</em>
<em>Manusia berencana, Tuhan yang berkehendak. Dalam langkah optimis pengurusan izin BPOM, menunggu Izin Usaha Industri yang sudah 5 bulan kami mulai prosesnya dari SIUP TDP HO (normalnya kurang lebih 1 bulan paling lama sesuai prosedur), datanglah hari itu. Hari penghakiman.</em>
<em>Turun sebuah team dari BPOM Serang lengkap dengan juru kamera dan semua media televisi, bersiap mengungkap sebuah berita kecil dari orang kecil dengan tema : makanan bayi ilegal. Produk kami yang nyata2 di konsumen selama ini aman, divonis berat : penyebab diare karena bakteri. Padahal untuk membuktikannya, harus dilakukan uji lab yang mana kami sudah antisipasi sedari dulu. Pun, sang juru warta baru bertanya resiko apa, tanpa ada bukti.</em>
<em>
Juru berita – juru berita yang di tengah jalan menunjukkan angka2 ajaib supaya berita tak dimuat. Saya tidak kuat.</em>
<em>Shock, frustasi, kecewa, marah, kesal, bercampur baur.</em>
<em>”Produk bapak tidak memiliki izin edar” Ujarnya singkat.</em>
<em>Saya cuma terdiam, dalam proses pengurusan izin yang begitu lama dan berbelit-belit, kami yang melakukan semua upaya (termasuk menghindari suap) akhirnya menjadi tertuduh administratif : mengedarkan barang tak berizin.</em>
<em>Iya, kami lalai, izin PIRT kami juga dicabut seiring perpindahaan domisili ke Tangerang Selatan (bukan karena kesalahan atau temuan) dan sehari kemudian kami langsung ke Dinkes Kota Tangsel untuk mengurus PIRT baru, sampai beliau-beliau di sana mengarahkan : produk bayi haruslah Izin POM. Kami sepakat, kami manut, walau tak menyangka prosesnya begitu lama.</em>
<em>Pak Bu, saya tidak bisa bicara apapun saat ini selain mengetuk pintu hati Bapak Ibu berwenang. Kesewenang-wenangan ternyata bisa melahirkan bencana bagi orang lain.</em>
<em>Lambatnya proses menuju pengurusan Izin Usaha Industri sebagai syarat pengurusan izin POM (hampir 1/2 tahun), membuat kami terpaksa terkena efek sidak dan pemberitaan tidak obyektif.</em>
<em>Hukum adalah hukum, tapi nurani haruslah tetap hidup. Anak bangsa seperti kami hanya ingin berkarya, sekecil yang kami bisa, dengan sayur mayur dan ikan dalam negeri, sekedar menghidup kami dan beberapa puluh karyawan dan keluarganya.</em>
<em>Bina kami Pak jika salah, jangan bunuh kami…</em>
(<em>End</em>)
<em>PS : Saat ini, demi mentaati aturan dan prosedur, produksi kami hentikan sampai izin POM kami mendapatkan kejelasan kapan keluarnya. Selaku pimpinan, saya akan lakukan semua upaya yang menurut kami sah untuk mendapatkan hak kami sebagai warga negara.</em>
<em>Hikmah untuk teman2 UKM terutama risky product, banyak berdoa dan segera urus izin POM anda. Ingat, kita hidup di masa tak menentu, di negeri tak menentu.</em>
(*/eas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *